PENGARUH
PSIKOSOSIAL TERHADAP PERKEMBANGAN INFEKSI HIV DAN AIDS
Disusun oleh :
Kelompok : 5
Kelas : 2 C
1.Khoirul Atho’illah (11.0692.S)
2. Kukuh Nurcahyo (11.0697.S)
3. M. Hikmatiar Hizby H.(11.0713.S)
4. Ranggi Satria R.A (11.0730.S)
5. Roni Agus Irfansah (11.0741.S)
PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN PEKALONGAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut
estimasi Departemen Kesehatan pada tahun 2002 terdapat sekitar 90.000 sampai
120.000 orang dengan HIV/AIDS (Odha) di Indonersia. Jumlah ini masih meningkat
tajam terutama karena pertambahan kasus baru yang berasal dari kalangan
pengguna narkotika suntikan. Menurut Badan Narkotka Nasional (BNN) pada
tahun 2005 jumlah pengguna narkoba di Indonesioa mencapai 3,2 juta orang dan
yang menggunakan narkotika suntikan berjumlah 572.000. Tes HIV di
kalangan pengguna narkotika suntikan menunjukkan angka positif yang tinggi
berkisar antara 50-90%. Dengan demikian dapat dibayangkan bahwa jumlah orang
dengan HIV/AIDS di Indonesia pada tahun 2005 sudah meningkat tajam jauh
melampaui angka 120.000 yang diperkirakan pada tahun 2002.
Gejala klnis
HIV/AIDS pada umumnya disebabkan oleh gejala infeksi oportunistik. Infeksi
oportunistik yang sering dijumpai di Indonesia adalah infeksi jamur,
tuberkulosis, toksoplasma dan sitomegalo. Sebagian infeksi ini menyerang
susunan syaraf pusat sehingga menimbulkan gangguan kesadaran. Selain itu
penggunaan narkoba juga dapat berpengaruh pada susunan syaraf pusat.
A.
Tujuan
1. Tujuan Umum:
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui
dan memehami pengaruh psikososial terhadap perkembangan infeksi HIV dan AIDS
2. Tujuan khusus:
a) penulis
mampu memahami secara umum pengaruh psikososial terhadap perkembangan infeksi
HIV dan AIDS
b) penulis
mampu mengetahui dampak psikososial terhadap perkembangan infeksi HIV dan AIDS
c) penulis
mampu mngetahui cara mengatasi dampak psikososial terhadap perkembangan infeksi
HIV dan AIDS
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Pengertian
Psikososial
adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik
maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.
Kasus
AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di California, sedangkan penyebab
AIDS baru ditemukan pada akhir 1984 oleh Robert Gallo dan Luc Montagner. Laporan
kasus AIDS pada tahun 1981 menunjukkan tingginya angka kematian pada pasien
yang berusia masih muda. Akibatnya timbul ketakutan pada masyarakat terhadap
penyakit ini. Sampai sekarang di masyarakat masih terdapat mitos bahwa penyakit
AIDS merupakan penyakit fatal yang tak dapat disembuhkan. Selain itu AIDS juga
dihubungkan dengan perilaku tertentu seperti hubungan seks bebas, hubungan seks
sesama jenis dan sebagainya. Odha dengan demikian dianggap merupakan orang yang
melakukan perilaku yang menyimpang dari norma yang dianut. Akibatnya Odha
sering dikucilkan dan tidak mendapat pertolongan yang sewajarnya. Dengan
meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap AIDS maka diharapkan stigma mengenai
AIDS akan berkurang dan beban psikososial Odha juga akan menjadi lebih ringan.
Ketika seorang diberitahu bahwa
dia terinfeksi HIV maka responsnya beragam. Pada umumnya dia akan mengalami
lima tahap yang digambarkan oleh Kubler Ross yaitu masa penolakan, marah, tawar
menawar, depresi dan penerimaan. Sedangkan Nurhidayat melaporkan bahwa dari 100
orang yang diketahui HIV positif di Jakarta 42% berdiam diri, marah,
bercerita pada orang lain, menagis, mengamuk dan banyak beribadah.. Respons
permulaan ini biasanya akan dilanjutkan dengan respons lain sampai pada
akhirnya dapat menerima. Penerimaan seseorang tentang keadaan dirinya yang
terinfeksi HIV belum tentu juga akan diterima dan didukung oleh lingkungannya.
Bahkan seorang aktivis AIDS terkemuka di Indonesia Suzanna Murni mengungkapkan
bahwa beban psikososial yang dialami seorang Odha adakalanya lebih berat
daripada beban penderita fisik. Berbagai bentuk beban yang dialami tersebut
diantanya adalah dikucilkan keluarga, diberhentikan dari pekerjaan, tidak
mendapat layanan medis yang dibutuhkan, tidak mendapat ganti rugi asuransi
sampai menjadi bahan pemeberitaan di media massa. Beban yang diderita Odha baik
karena gejala penyakit yang bersifat organik maupun beban psikososial dapat
menimbulkan rasa cemas. Depresi berat bahkan sampai keinginan bunuh diri.
B. Dampak Psikososial Terhadap Perkembangan Infeksi HIV dan AIDS
Dampak psikosial perkembangan infeksi HIV dan AIDS antara lain :
1. reaksi
syok, termasuk :
·
Terdiam, hilangnya perhatian, atau
ketidak percayaan;
·
Kebingungan, keresahan, atau
ketidakpastian mengenai hari ini dan masa depan;
·
Putus asa
·
Emosional tidak stabil (perubahan
cepat dan tidak terduga dari menangis sampai tertawa dan terus silih berganti)
·
Menarik diri – menjaga jarak dari
berbagai keadaan sekitar ; menghindar untuk terlibat dalam percakapan,
aktivitas atau rencana pengobatan.
2. Marah
tidak terkendali
Perasaan
tidak beruntung dan mereka dapat melakukan tindak merusak seperti melukai diri
sendiri atau orang lain.
Perasaan tidak mampu lagi untuk
bekerja meski sebetulnya masih mampu. Dengan banyaknya keterbatasan dalam hidup
seperti makan (diet), pekerjaan , kontak sosial secara umum, dan sering menjadi
sumber atau sasaran kemarahan orang terdekat. Dipicu oleh kejadian yang tidak
terduga dan kejadian yang sepele.
Perasaan
marah pada diri sendiri sering timbul dalam bentuk menghancurkan
diri sendiri dengan membiarkan diri terserang HIV tanpa upaya mengobatinya atau
mencegah berlanjutnya infeksi, atau dalam bentuk tingkah laku merusak diri
sendiri (kecenderungan bunuh diri).
3. Ketakutan akan kematian, atau
kesendirian dalam kesakitan, sangat umum terjadi.
Ketakutan lain
adalah karena:
·
takut dijauhi,
·
ditolak,
·
diabaikan atau ditinggalkan
anak-anak/keluarga,
·
ketidakmampuan mencari nafkah,
·
kehilangan fungsi tubuh atau mental,
·
dan kehilangan kepercayaan diri.
Ketakutan mungkin didasarkan atas
pengalaman orang lain. Hal ini mungkin juga disebabkan kurangnya informasi
mengenai HIV/AIDS. ODHA dapat bereaksi dengan menarik diri dari seluruh
kontak sosial. Faktor penting yang mendorong situasi ini adalah ketakutan
ditolak, dengan pikiran: “Setiap orang akan menolak saya, karena itu
lebih baik saya menjauh dari mereka sebelum mereka meninggalkan saya”. Pada
awalnya konselor dapat menghargai perasaan untuk mengisolasi diri sementara
waktu , namun dukungan konseling harus terus berlanjut. Kalau isolasi terus
berlarut dalam jangka waktu yang lama, konselor perlu menggali penyebabnya, dan
mendorong perubahan sikap ini.
4. Muncul perasaan bersalah
Menularkan
pada orang lain, atau mengenai tingkah laku yang menyebabkan tertular HIV .
misalnya:
·
pengalaman hubungan seks yang tidak
aman atau
·
menggunakan obat-obatan yang
disuntikkan).
Ada juga perasaan bersalah karena
kesedihan, berpisah dan kehilangan orang-orang serta keluarga yang dicintai Perasaan
bersalah masa lalu yang tidak terselesaikan akan muncul dan memperberat kondisi
mental mereka.
5. Harga dirinya terancam
Harga
diri seringkali merupakan pemicu terjadinya berbagai sikap agresifitas,
irritabilitas, kecemasan dan isolasi diri. Penolakan oleh tetangga, rekan
kerja, kerabat dekat, dan orang-orang yang dicintai dapat menyebabkan
kehilangan status sosial dan kepercayaan diri, mengarah kepada meningkatnya
perasaan tidak berguna. Pengaruh fisik
terkait HIV, contohnya, perubahan rona wajah, menurunnya fungsi fisik dapat
memperberat masalah ini
6. Bunuh diri
Bunuh diri
dapat terjadi :
·
aktif (sengaja melukai diri yang
menyebabkan kematian) atau
·
pasif (tingkah laku merusak diri,
sepert menolak pengobatan, menyembunyikan penyakit).
C. Cara mengatasi dampak psikososial terhadap perkembangan infeksi
HIV dan AIDS
Untuk megurangi beban
psikososial Odha maka pemahaman yang benar mengenai AIDS perlu disebar luaskan.
Konsep bahwa dalam era obat antiretroviral AIDS sudah menjadi penyakit kronik
yang dapat dikendalikan juga perlu dimasyarakatkan. Konsep tersebut memberi
harapan kepada masyarakat dan Odha bahwa Odha tetap dapat menikmati kualitas
hidup yang baik dan berfungsi di masyarakat.
Upaya untuk mengurangi stigma di
masyarakat dapat dilakukan dengan advokasi dan pendamping, contoh nyata tokoh
masyarakat yang menerima Odha dengan wajar seperti bersalaman, duduk bersama
dan sebagianya dapat merupakan panutan bagi masyarakat.
Untuk mengurangi beban psikis
orang yang terinfeksi HIV maka dilakukan konseling sebelum tes. Tes HIV
dilakukan secara sukarela setelah mendapat konseling. Pada konseling HIV dibahas
mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpertasi tes, perjalanan penyakit
HIV serta dukungan yang dapat diperoleh Odha. Penyampaian hasil tes baik hasil
negatif maupun positif juga disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian
orang yang akan menjalani testing telah dipersiapkan untuk menerima hasil
apakah hasil tersebut positif atau negatif. Konseling pasca tes baik ada hasil
positif maupun negatif tetap penting. Pada hasil positif konseling dapat
digunakan sebagai sesi untuk menerima ungkapan perasaan orang yang baru
menerima hasil, rencana yang akan dilakukannya serta dukungan yang dapat
dperolehnya. Sebaliknya penyampaian hasil negatif tetap dilakukan dalam sesi
konseling agar perilaku berisisko dapat dihindari sehingga hasil negatif dapat
dipertahankan.
Terapi psikofarmaka untuk
gangguan cemas, depresi serta insomnia dapat diberikan namun penggunaan obat
ini perlu memperhatikan interkasi dengan obat-obat lain yang banyak digunakan
pada Odha.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.
Dampak
Psikososial Terhadap Perkembangan Infeksi HIV dan AIDS :
7.
reaksi
syok
8. Marah tidak terkendali
9.
Ketakutan akan kematian, atau
kesendirian dalam kesakitan, sangat umum terjadi.
10. Muncul
perasaan bersalah
11. Harga
dirinya terancam
12. Bunuh
diri
Cara mengatasi dampak psikososial terhadap perkembangan infeksi HIV dan AIDS
1.
pemahaman yang benar mengenai AIDS
2.
advokasi
dan pendamping
3.
konseling
4.
terapi psikofarmaka untuk gangguan
cemas
B. Saran
Perawat selalu memberikan pemahaman yang benar
mengenai AIDS, menjadi tempat advokasi kepada pasien dengan HIV dan AIDS,
memberikan konseling yang benar. Untuk masyarakat diharapkan jangan beraasumsi
bahwa penyakit HIV dan AIDS adalah penyakit yang kotor, serta menjaga kesehatan
adalah hal yang terpenting dalam kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Sherbourne C, Forge NG,
Kung FY, Orlando M, Tucker J. Personal and psychosocial characteristics
associated with psychiatric conditions among women with human immunodeficiency
virus. Women’s Health Isues .2003;Jakarta
Penedo FJ, Gonzales JS,
Dahn JR, Antoni M, Malow R, Costa P, et al. Personality, quality of life and
HAART adherence among men and women living with HIV/AIDS. J Psychosimatics Res
2003;Jakarta
Aranda-Naranjo B.
Quality of life in the HIV-positive patient: implications and consequences. J
Assoc Nurs AIDS Care 2004;Jakarta
Sudoyo, Aru
W.(2006) Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar