instagram

Instagram

Senin, 24 Februari 2014

KEWASPADAAN UNIVERSAL PRECAUTION INFEKSI HIV & AIDS DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT




MAKALAH KEWASPADAAN UNIVERSAL PRECAUTION INFEKSI HIV & AIDS DALAM PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT
 
 



Disusun oleh :

1.        Intan Aprilia .M      (11.0685.S)
2.        Kiki Tio Sagita        (11.0695.S)
3.        Marwah Burhan      (11.0708.S)
4.        Roni Agus Irfansah (11.0741.S)
       Kelompok 2
          Kelas 2C



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN-PEKALONGAN
2012-2013




KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunianya kepada penyusun, karena tanpa izin-Nya penyusun tidak akan pernah bisa menyusun makalah ini.
Tak lupa penyusun ucapkan terimakasih kepada kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu:
1.      Bapak Sigit Prasojo. SKM, M.kep. selaku dosen pengampu mata kuliah Flu Burung dan HIV AIDS.
2.       Semua teman-teman yang membantu dalam penyusunan makalah ini
3.      Semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini
                                                                                                                      
Tiada gading yang retak, tiada yang sempurna di dunia ini, seperti halnya dengan makalah ini. Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam diri penyusun dan dalam makalah ini. Baik dari penulisan maupun dari materi yang ada dalam makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat penyusun harapkan, untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri penyusun maupun dari materi.
Semoga makalah ini bermanfa’at khususnya bagi kami sebagai penyusun dan masyarakat pada umumnya .



                                                                                                        Pekalongan, 14 Mei  2012


                                                                                                                        Penyusun
                                                                  






DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.     Tujuan Penulisan
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN
A.     
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.     Saran
DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system kekebalan tubuh, bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodeficiency virus (HIV). Penyakit ini telah menjadi msalah internasional karena dalam waktu relative singkat terjadi peningkatan jumlah pasien dan semakin melanda banyak Negara. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat yang relative efektif untuk AIDS sehingga menimbulkan keresahan di dunia.
Sejarah tentang HIV/AIDS dimulai ketika tahun 1979 di Amerika Serikat ditemukan seorang gay muda dengan pneumocystis carnii dan dua orang gay muda dengan sarcoma Kaposi. Pada tahun 1981 ditemukan seorang gay muda dengan kerusakan system kekebalan tubuh. Pada tahun 1980 WHO mengadakan pertemuan yang pertama tentang AIDS telah dilaksanakan secara intensif, dan informasi mengenai AIDS sudah menyebar dan bertambah dengan cepat.
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negara diseluruh dunia. UNAIDS, badan WHO yang mengurusi masalah AIDS,  memperkirakan jumlah odha diseluruh Dunia pada Desember 2004 adalah 35,9-44,3 juta orang. Saat ini tidak ada Negara yang terbebas dari HIV/AIDS. HIV/AIDS menyebabkan berbagai krisis kesehatan, krisis ekonomi, pendidikan dan juga krisis kemanusiaan. Dengan kata lain HIV/AIDS menyebabkan krisis multidimensi. Sebagai krisis kesehatan, AIDS memerlukan respons dari masyarakat dan memerlukan layanan pengobatan dan perawatan untuk individu yang terinfeksi HIV.

B.   Tujuan Penulisan
a.       Tujuan Umum
Setelah disusunnya makalah ini, mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami tentang kewaspadaan universal infeksi HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
b.      Tujuan Khusus
      Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat:
a.       Mengetahui cara untuk meningkatkan kewaspadaan universal terhadap bahaya infeksi HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan masyarakat
b.      Mengidentifikasi cara mewaspadai infeksi HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan masyarakat.
c.       Meningkatkan hubungan antara pengetahuan, sikap dengan kewaspadaan infeksi HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan masyarakat
d.      Mengetahui penerapan kewaspadaan universal terhadap infeksi HIV/AIDS dalam pelayanan kesehatan masyarakat
e.       Mengetahui  tentang pengurangan resiko infeksi HIV/AIDS terhadap tenaga kesehatan
                                                                  




BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Kewaspadaan universal adalah “ Prosedur-prosedur Operasional Standar ” (= SOP : standard  operating prosedures) yang perlu diketahui dan dipraktekkan secara konsisten saat merawat orang yang terluka dan menangani yang meninggal, untuk meminimalkan risiko penularan penyakit melalui darah (seperti HIV).
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi.
Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan untuk : 
1)      Mengendalikan infeksi secara konsisten
2)      Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat secara beresiko.
3)      Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
4)      Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya.
                                                                                              
B.     Penerapan Kewaspadaan Universal
Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan kesehatan harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien, dengan melakukan tindakan berikut:
a.       Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan
b.      Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh
c.       Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh.
d.      Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh.
e.       Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman yang sekali pakai tidak boleh dipakai ulang.
f.       Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok.
g.      Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis.
h.      Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.
i.        Buang limbah sesuai prosedur.

Sebelum kewaspadaan universal pertama dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien harus dites untuk semua infeksi tersebut. Bila diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan kewaspadaan khusus lain dilakukan, misalnya waktu bedah. Banyak petugas layanan kesehatan dan pemimpin rumah sakit masih menuntut tes HIV wajib untuk semua pasien yang dianggap anggota ‘kelompok berisiko tinggi’ infeksi HIV, misalnya pengguna narkoba suntikan. Namun tes wajib ini tidak layak, kurang efektif dan bahkan berbahaya untuk beberapa alasan:
1)      Hasil tes sering baru diterima setelah pasien selesai dirawat
2)      Bila semua pasien dites, biaya sangat tinggi
3)      Jika hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites, infeksi HIV pada pasien yang dianggap tidak berisiko tidak diketahui
4)      Hasil negatif palsu menyebabkan kurang kewaspadaan saat dibutuhkan
5)      Hasil positif palsu menyebabkan kegelisahan yang tidak perlu untuk pasien dan petugas layanan kesehatan
6)      Tes hanya untuk HIV tidak melindungi terhadap infeksi virus hepatitis dan kuman lain dalam darah termasuk yang belum diketahui, banyak di antaranya lebih menular, prevalensinya lebih tinggi dan hampir seganas HIV
7)      Tes tidak menemukan infeksi pada orang yang dalam masa jendela, sebelum antibodi terbentuk
8)      Tes HIV tanpa konseling dan informed consent melanggar peraturan nasional dan hak asasi manusia
Bila kewaspadaan universal hanya dipakai untuk pasien yang diketahui terinfeksi HIV, status HIV-nya pasti diketahui orang lain, asas kerahasiaan tidak terjaga, dengan akibat hak asasinya terlanggar.
                                                                                            
C.    Kewaspadaan Standar untuk Pelayanan Semua Pasien
Telah di kemukakan sebelumnya bahwa semua tenaga kesehatan di haruskan untuk menganggap semua darah dan cairan tubuh yang berasal dari setiap pasien(walaupun pasien itu bukan kasus AIDS) sebagai sumber yang potensial menularkan infeksi, maka seluruh petugas kesehatan harus menerapkan kewaspadaan standar untuk pelayanan semua pasien yang meliputi:
1)      Hygene tangan
2)      Sarung tangan
3)      Masker goggle (pelindung mata), face shiled (pelindung wajah)
4)      Gaun
5)      Peralatan untuk perawatan pasien
6)      Pengendalian lingkungan
7)      Penatalaksanaan linen
8)      Kesehatan petugas kesehatan
9)      Penempatan pasien
10)  Hygene respirasi/etika batuk
11)  Praktik menyuntik yang aman
12)  Praktik pencegahan untuk prosedur lumbal pungsi.
Penjelasan :                   
1.         Kebersihan tangan
a.    Hindari menyentuh permukaan disekitar pasien agar tangan terhindar kontaminasi patogen dari dan kepermukaan.
b.    Bila tangan tampak kotor, mengandung bahan berprotein, cairan tubuh, cuci tangan dengan sabun biasa antimikroba dengan air.
c.    Bila tangan tidak tampak kotor, atau setelah membuang kotoran dengan sabun biasa + air, dekontaminasi dengan alkohol handrub.
d.   Sebelum kontak langsung dengan pasien.
e.    Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband.
f.     Setelah kontak dengan kulit pasien yang utuh.
g.    Bila tangan beralih dari area tubuh terkontaminasi menuju area bersih.
h.    Segera setelah melepas sarung tangan.
i.      Setelah kontak dengan benda mati(termasuk alat medik) diarea pasien.
j.      Cuci tangan dengan sabun biasa dan air mengalir bila kontak dengan di duga spora, karena alkohol, klorhexdin, iodofor aktifitasnya lemah terhadap spora.
k.    Jangan memakai kuku palsu, saat kontak langsung dengan pasien cegah kontaminasi saat melepas APD.
l.      Sebelum keluar ruangan pasien, melepas APD, membuang APD.

2. Sarung Tangan
a.       Pakai sarung tangan bila mungkinterkontiminasi, mukus membran dan kulit yang tidak utuh, kulit utuh yang potensial terkontaminasi.
b.      Pakai sesuai ukuran tangan jenis tindakan.
c.       Pakai sarung tangan sekali pakai atau pakai ulang untuk membersihkan lingkungan.
d.      Lepaskan sarung tangan segera setelah selesai,sebelum menyentuh bahan terkontaminasi dan permukaan lingkungan,sebelum beralih ke pasien lain.
e.       Jangan memakai sarung tangan 1 pasang untuk pasien yang berbeda.
f.       Gantilah sarung tangan bila tangan berpindah dari area tubuh tarkontaminasi ke area bersih.
   
3. Masker,Goggle,Face Shield
a.       Pakailah untuk melindungi mukus membran mata,hidung,mulut selama melaksanakan prosedur dan aktivitas perawatan pasien yang beresiko terjadi cipratan/semprotan dari darah,cairan tubuh, sekresi, ekskresi.
b.      Pilih sesuai tindakan yang akan dikerjakan.
c.       Masker bedah dapat dipakai secara umumuntuk petugasRS untuk mencegah transmisi melalui partikel besar dari droplet saat kontak erat(<3m) dari pasien saat batuk/bersin.
d.      Pakailah selama tindakan yang menimbulkan airosol walaupun pada apasien tidak diduga infeksi.

4. Gaun
a.       Kenakan gaun (bersih, tidak steril) untuk melindungi kulit, mencegah baju menjadi kotor, kulit terkontaminasi selama prosedur/semprotan cairan tubuh pasien.
b.      Pilihlah yang sesuai antara bahan gaun dan tindakan yang akan dikerjakan dan perkiraan jumlah cairan yang mungkin akan dihadapi.
c.       Lepaskan gaun segera dan cucilah tangan untuk mencegah transmisi narkoba ke pasien lain ataupun ke lingkungan.
d.      Kenakan saat merawat pasien infeksi yang secara epidemiologik penting, lepaskan saat akan keluar ke ruang pasien.
e.       Jangan memakai gaun pakai ulang walaupun untuk pasien yang sama
f.       Bukan indikasi pemakaian rutin masuk ke ruang resiko tinggi seperti ICU,NICU.

5.         Peralatan Perawatan Pasien
a.       Buat aturan dan prosedur untuk menampung, transportasi peralatan yang mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
b.      Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal dengan bahan pembersih sesuai dengan sebelum di DTT atau sterilisasi.
c.       Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi ekresi dengan benar sehingga kulit dan mukus membran terlindungi, cegah baju terkontaminasi, cegah transfer mikroba ke pasien lain dan lingkungan.Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dihancurkanmelalui cara yang benar dan peralatan pakai ulang diproses dengan benar.
d.      Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai.Peralatan semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi. Peralatan kritikal harus didisinfeksi kemudian disterilkan.
e.       Peralatan makan pasien dibersihkan dengan air panas dan detergen.

6.    Pengendalian Lingkungan
Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan  disamping tempat tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering disentuh dan pastikan kegiatan ini di monitor.

  7.     Penatalaksanaan Linen
Penanganan transport dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi, ekresi dengan prosedur yang benar untuk mencegah kulit, mukus membran terekspos dan terkontaminasi linen, sehingga mencegah transfer microba ke pasien lain, petugas dan lingkungan.

  8.       Kesehatan Petugas Kesehatan
a.       Berhati-hati dalam bekerja untukmencegah trauma saat menangani jarum, scapel dan alat tajam lain yang dipakai setelah prosedur, saat membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
b.      Jangan recap jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan tangan, menekuk jarum, mematahkan, melepas jarum dari spuit.Buang jarum,spuit, pisau scalpel, dan peralatan tajam habis pakai kedalam wadah tahan tusukan sebelum dibuang ke incenerator.
c.       Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain pengganti metoda resusitasi mulut ke mulut.
d.      Jangan mengarahkan bagian tajam jarum kebagian tubuh selain akan menyuntik.



9.         Penempatan Pasien
Temaptkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan atau tidak dapat diharapkan menjadi kebersihan atau kontrol lingkungan kedalam ruang rawat yang terpisah. Bila ruang isolasi tidak memungkinkan, konsultasikan dengan petugas pengendali infeksi.

10.     Etika Batuk/Higiene Respirasi
a.       Edukasi petugas akan pentingnya pengendalian sekresi respirasi untuk mencegah transmisi pathogen dalam droplet dan fomite terutama selama musim/KLB virus respiratorik di masyarakat.
b.      Terapkan pengukuran kandungan sekresi respirasi pasien dengan individu dengan gejala klinik infeksi respiratorik, dimulai dari unit emergensi.
c.       Beri poster pada pintu masuk dan tempat strategis bahwa pasien rajal atau pengunjung dengan gejala klinis infeksi saluran nafas harus menutup mulut dan hidung dengan tisu kemudian membuangnya dan mencuci tangan.
d.      Sediakan tisu dan wadah untuk lembahnya. Sediakan sabun, wastafel dan cara mencuci tangan pada ruang tunggu pasien rajal, atau alkohol hundrub.
e.       Pada musim infeksi saluran nafas, tawarkan masker pada pasien dengan gejala infeksi saluran nafas, juga pendampingnya. Dorong untuk duduk berjarak ˃3 kaki dari yang lain.
f.       Lakukan sebagai standar praktek.
g.      Hygiene respirasi/etiket batuk dan praktek menyntik yang aman.
h.      Penggunaan masker saat tindakan resiko tinggi tertentu, rposedur yang lama, termasuk aspirasi pungsi cairan spinal, epidural anesthesia.
i.        Efektif menurunkan transmisi patogen droplet melalui saluran nafas (influenza, adenovirus, B perfusis, Mycoplasma pneumonia).

11.     Praktik Menyuntik yang Aman
Pakai jarum yang steril, sekali pakai pada setiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.




12.     Praktik Pencegahan untuk Prosedur Lumbal Pungsi
Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi suatu obat kedalam area spinal/epidural melaui prosedur lumbal pungsi misalnya saat melakukan anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet flora orofaring.

D.    Kewaspadaan Universal dalam Tindakan Medik Invasif
Untuk memutus rantai penularan dalam tindakan medik invasif, maka kewaspadaan dalam penggunaan alat pelindung diri antara lain :
1)      Kacamata pelindung untuk menghindari percikan cairan tubuh pada mata.
2)      Masker penutup hidung dan mulut untuk mencegah percikan pada mukosa hidung dan mulut.
3)      Celemek plastik (apron plastik) untuk mencegah kontak cairan tubuh pasien dengan penolong.
4)      Sarung tangan yang tepat untuk melindungi tangan yang aktif melakukan tindakan medik infasif.
5)      Penutup kaki (sepatu) untuk melindungi kaki dari kemungkinan terpapar cairan yang infektif.

E.     Kewaspadaan Universal di Kamar Bersalin
Tindakan di kamar bersalin harus memperhatikan kewaspadaan universal karena kemungkinan kontak dengan darah dan cairan tubuh ditempat ini sangat tinggi. Setiap spesimen darah dan cairan tubuh harus mendapat perlakuan sebagai bahan infeksius.

1.      Pemeliharaan Kamar Bersalin
a.       Lingkungan dijaga selalau dalam keadaan bersih dari debu
b.      Linen dijaga selalu bersih untuk setiap pasien, segera ganti apabila tampak kotor atau     ganti pasien.
c.       Alat rumah tangga harus dilakukan perawatan dengan teliti
d.      Setiap hari kamaar tidur dilap denga larutan klorin 0,05% dan dibilas dengan air
e.       Setiap ada percikan atau tumpahan darah sedikit atau banyak, harus segera didekontaminasi dengan larutan klorin 0,5% selama 10 menit, kemudian dilap kembali sampai kering, dan dipel dengan deterjen dan air
f.       Lantai dipel minimal 4 kali dalam sehari dengan menggunakaan lisol, dan dibersihkan minimal sekali sehari dengan menggunakan deterjen dan air cukup.

2.       Ketentuan Umum Bagi Petugas di Kamar Bersalin
a.       Patuh menerapkan kewaspadaan universal
b.      Melakukan cuci tangan
c.       Sebelum bekerja, sebelum memakai sarung tangan, setelah membuka sarung tangan, dan sebelum keluar ruangan
d.      Sebelum dan sesudah melakukan tindakan
e.       Petugas yang berambut panjang, rambutnya harus diikat dan ditutup
f.       Petugas dilarang makan, minum dan merokok didalam kamar bersalin
g.      Petugas yang menderita luka terbuka atau lesi terbuka pada kulit tidak boleh melakukan tindakan invasif kepada pasien. Luka harus diobati sampai sembuh sebelum diperkenankan bekerja. Luka tergores ringan harus ditutupi dengan plester kedap air
h.      Bila menggunakan alat tajam, misal skalpel, jarum, gunting, petugas harus memperhatikan posisi bagian runcing alat tajam tersebut menjauhi tubuh petugas.

3.  Meja/Tempat Tidur untuk Bersalin
a.       Meja bersalin harus selalau dalam keadaan rapih atau bersih
b.      Barang pribadi/milik pasien dilarang ditaruh diatas tempat tidur/meja bersalin
c.       Permukaan meja harus dibersihkan dengan disinfektan sebelum dan sesudah digunakan
d.      Tumpahan atau percikan darah/cairan tubuh harus segera didekontaminasi dan dibersihkan kembali dengan disinfektan.
e.       Sampah medis seperti darah, cairan tubuh, kasa terkontaminasi darah harus ditangani sesuai dengan prosedur dekontaminasi.

4.  Alat Pelindung Diri di Kamar Bersalin
a.       alat peindung harus selalu dikenakan didalam kamar bersalin
Kegiatan dikaamr bersalin yang membutuhkan lengan/tangan untuk manipulasi intrauterin atau pemeriksaan dalam, tentunya harus menggunakan gaun pelindung/celemek plastik dan sarung tangan yang mencapai siku
c.    Pada saat menangani atau menolong persalinan, maka petugas harus sealu mengeanakan :
1)   Penutup kapala
2)   Sarung tangan/celemek plastik
3)   Pelindung wajah/masker
4)   Sepatu pelindung yang menutup seluruh punggung dan telapak kaki
d.        Satu set Alat Pelindung Diri tersebut harus dikenakan untuk menangani satun pasien dan tidak dibawa keluar kecuali untuk dicuci, termasuk tidak boleh dibawa ke ruang makan atau tempat lainnya.

5.    Penanganan Bayi
a.       Penolong bayi baru lahir harus menggunakan sarung tangan.
b.      Cara penghisapan lendir dengan mulut penolong harus ditinggalkan, sebagai gantinya penghisapan lendir harus dilakukan dengan pipa penghisapan secara hati-hati agar tidak terjadi luka pada jalan nafas.
c.       Bila bayi perlu resusitasi, sedapat mungkin resusitasi dilakukan menggunakan ambu-beg, tidak dilakukan tindakan mulut ke mulut.
d.      Potonglah tali pusat bayi pada saat pulpasi telah menurun atau hilang.
e.       Untuk contoh darah, spesimen diambil dari tali pusat.
f.       ASI dari Ibu yang terinfeksi HIV mempunyai resiko untuk bayi baru lahir, akan tetapi tidak beresiko untuk tenaga kesehatan.

F.     Kewaspadaan Universal di Kamar Operasi
Perlu diketahui, penerapan Kewaspadaan Universal mutlak harus di jalankan pada seluruh kegiatan di unit bedah/kamar operasi untuk semua pasien. Semua pasien harus dianggap berpotensi menularkan infeksi sehingga perlu diambil langkah pencegahan yang memadai. Kewaspadaan Universal yang harus dilaksanakan petugas adalah mengantisipasi percikan darah, dimana darah dan cairan tubuh lainnya dianggap sebagai bahan infeksius.     A.Petugas
1.      Cuci tangan secara bedah.
2.      Pakai Alat Pelindung Diri seperti sarung tangan steril (wajib dikenakan), masker, gaun pelindung, penutup rambut, dan pelindung mata/wajah.
3.      Pakai celemek plastik atau kedap air untuk dipakai di lapisan dalam sebelum gaun bedah steril, yang bertujuan untuk antisipasi terhadap adanya percikan darah atau cairan tubuh dalam jumlah banyak. Gaun dilepas sebelum keluar ruang bedah.
4.      Pakai masker sampai menutup hidung hingga seluruh bagian bawah wajah. Ganti masker bila tampak kotor, terdapat cemaran bahan infeksi, tampak lembab, terlalu lama dipakai.
5.      Pakai pelindung wajah.
6.      Pakai alas kaki yang melindungi kaki dari seluruh ujung kaki dan telapak kaki (alas kaki yang tahan tusukan).
7.      Pastikan terdapat tempat pembuangan alat-alat tajam yang tertutup dan tahan tususkan ditempat yang mudah dijangkau petugas.
8.      Untuk menghindari paparan darah dan cairan tubuh pada luka terbuka, petugas yang mempunyai lesi kulit terbuka tidak diperkenankan melaksanakan tindakan bedah.
9.      Lepaskan baju operasi sebelum membuka sarung tangan agar tangan tidak terpapar oleh darah/cairan tubuh dari baju operasi dan lepaskan baju operasi yang terkena percikan darah/cairan tubuh sebelum keluar ruang bedah.
b.       Pasien
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada psien adalah :                                                 
1)   Pencukuran, pencucian, dan desinfeksi kulit untuk memperkecil kontaminasi kuman patogen.
Pencukuran dilakukan pada hari operasi, sebaiknya sesaat sebelum insisi bila tidak memungkinkan, kurag dari 8 jam sebelum operasi.
2)   Pembuatan lapangan steril
3)   Prosedur operasi ;
a.       Selain tercemar oleh darah secara kontak langsung, tertusuknya bagian tubuh oleh benda-benda tajam merupakan kecelakaan yang harus dicegah, oleh karena itu inatrumen yang tajam jangan diberikan ke dan dari operator oleh asisten atau instrumentator. Untuk memudahkan hal ini, dipakai nampan guna menyerahkan instrumen tajam tersebut ataupun mengembalikannya. Operator bertanggung jawab untuk menempatkan benda tajam secara aman.
b.      Penggunaan alat tajam misalnya skalpel, jarum dan gunting dilakukan dengan posisi bagian runcing alat menjauhi tubuh petugas.
c.       Operator sebaiknya menggunakan sarung tangan 2 lapis atau ganti sarung tangan bila operasi berlangsung lama untuk menghindari kerusakan sarung tangan.
d.      Petugas seperti operator, asisten operator, instrumentator harus memakai pelindung wajah untuk menghindari terkena percikan darah atau cairan tubuh.
e.       Pada saat menjahit, lakukanlah prosedur sedemikian rupa sehingga jari/tangan terhindar dari tusukan.
f.       Jangan gunakan tangan untuk memisahkan jaringan, karena tindakan ini akan menambah resiko terinfeksi.
g.      Perlakukan spesimen yang dikirim untuk pemeriksaan patologi sebagai bahan infeksius.
h.      Pncucian instrumen bekas pakai sebaiknya secara mekanik. Bila mencuci instrumen secara manual, petugas harus menggunakan sarung tang rumah tangga dan  instrumen tersebut sebelumnya telah mengalami proses dekontaminasi dengan merendam dalam larutan chlorin 0,5% selama 10 menit.

4)   Prosedur Anestesi
Prosedur anestesi merupakan salah satu aktifitas yang dapat memaparkan HIV pada tenaga kesehatan pula. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
a.       Perlu disediakan nampan/troli untuk alat-alat yang sudah dipergunakan
b.      Jarum harus dibuang segera mungkin setelah pemakaian ke dalam wadah yang aman
c.       Pakailah obat-obatan sedapat-dapatnya untuk 1 dosis dengan 1 kali pemberian
d.      Menutup jarum dalam spuit dengan penutup jarum adalah prosedur beresiko, untuk itu hindari hal ini.

G.    Pengurangan Resiko Terhadap Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan, petunjuk yang dikeluarkan oleh OSHA2 menginformasikan tindakan pencegahan antara lain penggunaan alat perlindungan pribadi dapat menurunkan resiko terkena darah atau bahan-bahan lain yang mungkin infeksius. Alat yang dianjurkan untuk digunakan antara lain sarung tangan, baju pelindung, jas laboratorium, pelindung muka atau masker, dan pelindung mata. Pilihan alat tersebut harus tepat sesuai dengan kebutuhan aktivitas pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
      Setelah penggunaan alat pelindungan diri tadi selesai digunakan dan dilepas, tangan harus dicuci dengan sabun dan air sesegera mungkin. Alat-alat pelindung yang telah digunakan tadi harus ditempatkan pada suatu tempat yang dirancang khusus sebagai tempat penyimpanan, dekontaminasi atau pembuangan.
      Tenaga kesehatan yang menderita dermatitis yang basah atau mempunyai lesi dengan cairan eksudat harus menghindari kontak dengan semua pasien sampai kondisinya membaik. Dalam keadaan dimana kulit atau membran mukosa bersentuhan dengan cairan tubuh yang secara potensial dapat menimbulkan infeksi bagian tubuh yang bersentuhan tadi dibilas dengan sabun dan air. Jika terjadi kontak dengan mata, irigasi dengan air secara berulang-ulang sangat dianjurkan. Jika tenaga kesehatan terpapar secara parenteral, tertusuk jarum suntik, tergores pisau bedah, atau paparan pada membran mukosa, maka perlu dilakukan pemeriksaan  terhadap HIV dan hepatitis.
      Dalam upaya menurunkan seminimal mungkin resiko transmisi HIV atau VHB, CDC menganjurkan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1.      Semua petugas kesehatan harus berusaha mematuhi petunjuk umum yang telah dijelaskan.
2.      Dari data terakhir yang ada tidak ada dasar yang kuat untuk merekomendasikan pembatasan kerja petugas kesehatan yang terinfeksi oleh HIV atau VHB, mereka tidak diidentifikasi sebagai beresiko tinggi untuk memaparkan penyakit dalam melakukan prosedur infasif, tetapi mereka harus melakukan pembedahan umum maupun perawatan gigi menurut teknik yang direkomendasikan dan mematuhi tindakan pencegahan yang umum serta melakukan teknik sterilisasi atau disinfeksi sesuai yang dianjurkan.
3.      Prosedur yang mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pemaparan harus diidentifikasi oleh intitusi dan organisasi penyakit dalam/bedah/kedokteran gigi dimana prosedur tersebut dilaksanakan.
4.      Petugas kesehatan yang melakukan prosedur yang mempunyai kecenderungan untuk menimbulkan pemaparan harus mengetahui status antibody HIV mereka.
5.      Petugas kesehatan yang terinfeksi oleh HIV tidak boleh melakukan prosedur yang mempunyai resiko tinggi kecuali mereka telah mendapatkan petunjuk dari ahli yang berkepentingan dalam hal ini dan telah diberitahu mengenai keadaan yang diperlukan, baru mereka boleh melanjutkan prosedur-prosedur tersebut.
6.      Pemeriksaan untuk petugas kesehatan terhadap antibodi HIV tidak diharuskan. Pengkajian terakhir menyatakan kemungkinan petugas kesehatan dapat mentransmisikan HIV kepada pasien dapat terjadi selama prosedur yang mudah terpapar oleh infeksi tersebut dilakukan tanpa didukung oleh pengalihan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam mengimplementasikan program pemeriksaan. Ketaatan petugas kesehatan akan hal-hal yang dianjurkan dapat ditingkatkan melalui pendidikan, pelatihan dan petunjuk kerahasiaan yang tepat dan aman.
Petunjuk bagi petugas kesehatan harus selalu diperbaharui, dan perlu dicatat bahwa mereka perlu diinformasikan terus menerus terhadap adanya perubahan dimasa yang akan datang.

H.    Pencegahan Pada Populasi Minoritas
1.      Teori Epideminologi HIV
Pada beberapa masyarakat minoritas, ada yang percaya bahwa HIV merupakan salah satu tindakan pemerintah AS dalam usahanya untuk mengendalikan pertumbuhan populasi. Mereka percaya virus ini diciptakan untuk melenyapkan kaum homo dan kelompok minoritas. Adanya teori yang menyatakan bahwa”AIDS berasal dari Afrika” sehingga mereka yang harus disalahkan sebagai penyebab timbulnya penyakit ini. Promosi pemakaian kondom dianggap oleh sebagian mereka untuk mengendalikan populasi yang dilakukan oleh kelompok mayoritas sehingga dapat menekan populasi minoritas. Sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa program pertukaran jarum merupakan salah satu cara untuk memperkenalkan penggunaan obat-obatan dengan suntikan pada masyarakat Afrika Amerika. Sehingga menyebabkan mereka membuat pertahanan terhadap program pencegahan HIV sehingga mereka yang percaya kepada teori ini mengabaikan pesan-pesan yang disampaikan oleh pemerintah.

2.      Ketakutan pada Homoseksualitas/ Biseksualitas
Beberapa orang dari etnik minoritas ini tidak mendukung konsep mengenai homoseksual dan memandang rendah pada mereka yang secara terang-terangan menunjukkan bahwa dirinya adalah homo. Oleh karena itu sebagian pria dari golongan minoritas tersebut memilih untuk tetap menutupi keadaan dirinya atau membina hubungan biseksual dengan wanita.
      Petugas kesehatan dapat menganjurkan untuk melibatkan diri dengan kelompok-kelompok pendukung untuk mengembangkan kepercayaan dirinya, serta dapat membantu dengan mendidentifikasi narasumber yang berasal dari federal, negara bagian, dan pemerintahan setempat serta organisasi-organisasi kemasyarakatan dimana pasien dapat bekerja sama.

3.      Ketidakyakinan terhadap Tindakan Pencegahan
Masyarakat dari kalangan minoritas pernah mempunyai pengalaman yang negative dengan tenaga kesehatan di masa lalu yang akhirnya menyebabkan mereka tidak mempercayai pesan-pesan yang disampaikan mengenai pencegahan infeksi HIV.
Pembinaan kepercayaan dalam hubungan antara pasien dan tenaga kesehatan merupakan bagian dari interaksi dan diperoleh melalui komunikasi yang jujur dan terbuka. Untuk itu, perlu kiranya menyakinkan pasien bahwa mereka akan mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari para tenaga kesehatan.

4.      Kemiskinan
Kalangan minoritas mewakili kelompok berpenghasilan yang dihubungkan dengan kemiskinan. Kelompok ini mmemiliki angka pengangguran yang lebih tinggi, penghasilan yang lebih rendah dan mempunyai status sosial ekonomi yang lebih renda. Jumlah penderita kelompok minoritas lebih sedikit mencari bantuan medis untuk memperoleh pengobatan HIV/AIDS pada tingkat dini. Tetapi mereka biasanya akan mencari bantuan setelah mereka menderita gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh HIV.
Satu hal yang jelas adalah bahwa tenaga kesehatan tidak dapat menghilangkan kemiskinan dan memperbaiki pelayanan kesehatan untuk semua orang. Namun tenaga kesehatan dapat memberikan pengaruh yang positif pada masyarakat minoritas tersebut.

5.      Perbedaan Bahasa Dan Budaya Serta Pengaruhnya Dalam Komunikasi
Pelaksanaan program pencegahan HIV mengalami hambatan pada kelompok minoritas ini karena adanya berbagai macam komunitas dengan latar belakang budaya dengan sikap dan keyakinan yang spesifik, termasuk hal yang mengatur tentang perbedaan peran antara pria dan wanita.
Bahasa merupakan salah satu penghalang bagi kelompok minoritas tertentu untuk mendapatkan pendidikan kesehatan mengenai HIV karena adanya berbagai macam bahasa dan dipakai diantara kelompok-kelompok tersebut.
Kesimpulan dari semua ini, didalam implementasikan atau meningkatkan partisipasi program pencegahan HIV pada kelompok minoritas, para petugas kesehatan harus meningkatkan pengertian tentang pengalaman hidup pasien, nilai-nilai, dan sistem-sistem keyakinan, untuk ini mungkin memperlukan pertemuan baik diklinik maupun kunjungan kerumah. Melalui pemahaman mengenai pasien sebagai individu, maka petugas kesehatan akan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai cara-cara penyebaran informasi untuk mencegah HIV.
I.        Pencegahan terhadap serangan HIV
Strategi pencegahan penularan AIDS dan penyakit menular yang lain tidak berbeda. Karena pasien yang terinfeksi oleh penyakit tersebut sering kali belum dapat diidentifikasi dengan Anamesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium sederhana, maka petunjuk pencegahan dibawah ini sebaiknya dikerjakan secara rutin.
1.  Riwayat penyakit yang lengkap
         Selalu diusahakan mendapat riwayat penyakit yang lengkap. Tanyakan kepada pasien secara khusus mengenai, penurunan berat badan pembesaran kelenjar dan infeksi lainya. Konsultasi medis mungkin diperlukan bila ditemukan penyakit infeksi sistemik.
       2.  Teknik barrier
Teknik barrier yang penting harus diperhatikan:
a)      Cuci tangan sampai bersih
b)      Pakailah sarung tangan untuk melindungi diri
c)      Gantilah sarung tangan diantara dua prosedur, untuk melindungi pasien.
d)     Masker dipakai untuk melindungi diri terhadap cipratan darah dan ludah.
e)      Kaca mata pelindung sebaiknya selalu dipakai
f)       Pakailah baju praktek / laboratorium dan dicuci dalam air panas dengan ditergent
g)      Baju luar tersebut harus diganti setiap hari
h)      Spesiment darah,biopsi, dan spesimen lain harus diberi tanda yang jelah( misalnya “ awas darah”)
i)Cipratan darah harus segera dibersihkan dengan larutn desinfektan seperti natrium hipokloride. Pakailah sarung tangan sewaktu membersihkanya.

3.     Teknik sterilisasi
Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam teknik sterilisasi :
a)      Sterilisasi
Mematikan semua virus, bakteri, dan spora. Sterilisasi dapat dikerjakan dengn autoklaf tekanan dua atmosfer(1 atm diatas tekanan atmosfer) selama 20 menit atau dengan oven listrik selama 2 jam pada suhu 1700c.
b)      Desinfeksi derajat tinggi
      Mematikan semua virus dan bakteri kecuali spora.
1.      Direbus selama 20 menit
2.      Dicuci dan direndam selama 30 menit dalam:
3.      Cidex ( Glutar aldehyde 2 %)
4.      Natrium hipokloride 0,5 %
5.      Chloromin 2 %
6.      Etanol 70 %
7.      2 propanol 70 %
8.      Providon iodin 2,5 %
9.      Formaldehyde 4 %
10.   H2O2 6%
11.  Sterilisasi dengan larutan sebaiknya tidak dipakai rutin bila ada indikasi sterilisasi  dengan pemanasan.

4.      Pencegahan kontaminasi silang
         Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam mencegah ialah:
a.       Bila mungkin pakailah alat yang disposible
b.      Bersihkanlah permukaan dengan detergent dan larutan desinfektan
c.       Alat-alat yang terkontaminasi dimasukkan kantong dengan hati-hati
d.      Jarum dibuang kedalam kaleng
e.       Prosedur yang teliti dan hati-hati dikerjakan sewaktu membuat Rontgent mencuci film dan prosedur pembuatan lainya.































BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kewaspadaan universal adalah “ Prosedur-prosedur Operasional Standar ” (= SOP : standard  operating prosedures) yang perlu diketahui dan dipraktekkan secara konsisten saat merawat orang yang terluka dan menangani yang meninggal, untuk meminimalkan risiko penularan penyakit melalui darah (seperti HIV).
Kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien, dengan melakukan tindakan berikut:
1.      Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasien atau setelah membuka sarung tangan.
2.      Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh.
3.      Pakai sarung tangan bila mungkin akan ada hubungan dengan cairan tubuh.
4.      Pakai masker dan kacamata pelindung bila mungkin ada percikan cairan tubuh.
5.      Tangani dan buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman yang sekali pakai tidak boleh dipakai ulang.
6.      Bersihkan dan disinfeksikan tumpahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok.
7.      Patuhi standar untuk disinfeksi dan sterilisasi alat medis.
8.      Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.
9.      Buang limbah sesuai prosedur.

B.     Saran
Setelah penyusunan makalah ini, kami memberi beberapa saran sebagai berikut:
1.      Gunakan universal precautions.
2.      Kurangi prosedur invasive yang tidak perlu.
3.      Kembangkan protap (prosedur tetap pelaksanaan suatu tindakan) tempat kerja yang sesuai.
4.      Sediakan sumber-sumber yang memungkinkan petugas patuh terhadap protap yang ada.
5.      Penyuluhan dan dukungan untuk seluruh staf.
6.      Supervisi siswa dan petugas yang tidak berpengalaman.



                                                            
                                             DAFTAR PUSTAKA


                 Anik Maryunani, Ummu Aeman. 2009. Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi Penatalaksanaan di Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Trans Info Media.
Sudoyo,Aru.W.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:Interna Publising
Widoyono.2011.Penyakit Tropis.Semarang:Erlangga
Hartono,Andry.2009.Harrison,Manual Kedokteran.Jakarta:Karisma Publishing Grou

Tidak ada komentar:

Posting Komentar